Daftar Blog Saya

Sabtu, 22 Januari 2011

Natal, perlukah dirayakan?

Perlukah Merayakan Natal?
Monday, 20 December 2010
"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah
lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai
seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama
dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: "Kemuliaan bagi Allah di tempat
yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Lukas 2 : 10 - 14, TBLAI,
warna merah adalah tambahan penulis)
Dalam minggu ini, penulis menerima undangan untuk hadir pada 'Perayaan Natal' keluarga besar Lembaga Alkitab
Indonesia pada tanggal 16 Desember 2009 di Jakarta, sebuah kesempatan yang indah untuk berbagi kesukacitaan
dengan keluarga besar pencinta LAI. Dibalik itu mungkin ada yang mempertanyakan: "Mengapa tidak diadakan pada
tanggal 25 Desember?" namun sebaliknya orang juga bisa mempertanyakan: "Mengapa harus tanggal 25 Desember?"
Jawabannya: "Dalam hubungan dengan 'hari Natal,' umat kristen tidak merayakan 'hari'nya tetapi 'Natal'nya." (Natal
[latin: lahir] artinya berhubungan dengan kelahiran dan 'Hari Lahir' dalam bahasa latin disebut 'Dies Natalis,' dan dalam
dalam hubungan dengan Natal Yesus maksudnya 'kenangan akan kelahiran Yesus, Juruselamat, Kristus Tuhan')
Pernah seorang teolog bernama Bruno Baur menolak bahwa Yesus pernah hidup di dunia, dan kelompok teolog modern
dan Jesus Seminar menolak ke'Tuhan'annya, namun umat Kristen dan orang-orang pada umumnya mengakui bahwa
memang benar bahwa 'Yesus pernah hidup di Yudea pada abad pertama dan lahir di Betlehem, namun kapan kelahiran
itu terjadi?'
Peristiwa Natal pertama tercatat jelas dalam Kitab Injil Matius (1:18-2:11) dan Lukas (2:1-20), peristiwa mana terjadi
ketika kaisar Romawi Agustus mengeluarkan perintah sensus dimana penduduk harus mendaftar ulang di tempat asal
kelahiran mereka. Dari sejarah kita mengetahui bahwa kaisar Agustus memerintah sekitar tahun 30SM - 14M. Namun,
kapan waktunya ia mengadakan sensus itu?
Dari data Alkitab tersirat bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, Yudea diperintah oleh raja Herodes Agung (37 - 4SM)
yang kejam bahkan kita melihat kekejaman itu pada waktu ia membunuh bayi-bayi di Betlehem (Mat.2:16-18). Dari data
ini kita dapat mengetahui bahwa waktunya tidak lebih lambat dari tahun 4SM, dan karena Herodes meninggal tidak lama
setelah kelahiran Yesus, maka kemungkinan Yesus lahir antara tahun 6 - 4SM. (Menarik mengetahui bahwa pada
dasawarsa pertama SM komit Haley diperkirakan melintas di Palestina. Menurut catatan Josephus, komit Haley yang
bersiklus 7o-an tahun sekali itu pada tahun 64M melintas diatas Jerusalem).
Sekarang, pada bulan apa Yesus dilahirkan? Benarkah seperti yang dikatakan tradisi gereja yang menyebut tanggal 25
Desember? Kelihatannya bulan dan tanggal itu tidak tepat, soalnya pada bulan Desember - Januari, di Palestina,
iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya tidak mungkin ada bintang terang di langit
dan para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga tentunya
kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh
dalam suasana dingin yang mencekam sehingga Maria yang hamil tua mesti melakukannya.
Ada pendapat selain bulan Desember itu yang mengemukakan bahwa kemungkinan Yesus dilahirkan pada bulan Juni
karena iklimnya menunjang, ada juga yang mengemukakan bahwa 'Yesus dilahirkan di bulan Tishri' (September -
Oktober) yaitu pada hari Raya Pondok Daun, dimana iklimnya masih menunjang. Argumentasi ini didasarkan waktu
penugasan Zakharia masuk ke Bait Allah adalah sekitar bulan Siwan (Mei - Juni) dan dengan memperhitungkan lama
kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun. Lalu
mengapa diadakan pada tanggal 25 Desember?
Umat Kristen abad pertama tidak merayakan hari Natal, bagi mereka kekristenan berpusat pada rangkaian hari
kematian, didahului dengan perjamuan malam dengan puncak kebangkitan Tuhan Yesus Kristus pada hari yang ketiga
yang dikenal sebagai hari Paskah, dan ini dikenang dengan pertemuan perjamuan dengan makan roti dan anggur
bahkan tiap hari terutama pada hari pertama dalam minggu dimana para-murid biasa berkumpul. Sejak abad-3 gereja
Timur (Orthodox) merayakan hari 'Epifani' (manisfestasi) pada tanggal 6 Januari untuk merayakan hari pembaptisan
Yesus di sungai Yordan yang sekaligus mencakup peringatan akan kelahiran-Nya. Perayaan Epifani masih dirayakan
gereja Timur hingga kini dengan memberkati air baptisan dan sungai Yordan. Di gereja Barat, hari Epifani juga dirayakan
untuk mengingat kunjungan para Majus, dan sejak abad-4 untuk mengenang peristiwa sekitar manifestasi kelahiran
Yesus di Betlehem.
Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival
saturnalia (17-24 Desember) karena diakhir musim salju Matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu.
Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara itu, namun
dengan adanya kristenisasi masal di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun
sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di Roma mengganti hari perayaan 'kelahiran
Matahari' itu menjadi perayaan 'kelahiran Matahari Kebenaran' dengan maksud mengalihkan umat Kristen dari ibadat
Kumpulan Kotbah
http://www.kumpulankotbah.com Generated: 22 January, 2011, 01:18
kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi perayaan 'Natal, mengenang kelahiran Yesus.' Pada tahun
336, perayaan Natal mulai dirayakan tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini
diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal pada tanggal 25 Desember
kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel (380), Alexandria (430), dan menyebar ke tempat-tempat lain.
Dari kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa 'Natal bagi umat Kristen bukanlah perayaan hari Matahari tetapi
pengganti perayaan Hari Matahari,' yaitu usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat kristen Roma dari hari
Matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan
maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti upacara kekafiran. Masa kini umat Kristen tidak ada yang mengkaitkan
hari Natal dengan hari Matahari, dan tanggal 25 Desember pun tidak mengikat, sebab setidaknya umat Kristen secara
umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember sampai Januari demi keseragaman seperti
perayaan Natal LAI yang diadakan tanggal 16 Desember itu.
Memang harus diakui, bahwa ada pengaruh tradisi budaya kafir atas 'perayaan' Natal di gereja Barat (yang kemudian
menjadi Roma Katolik) yaitu misalnya perayaan Natal dicampur-baurkan dengan perayaan figur 'Santo Nicholas'
seorang uskup yang saleh pada abad XI yang senang membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak. Santo Nocholas di
negeri Belanda dirayakan sebagai 'Sinterklaas' (yang naik kuda dengan pelayannya yang berkulit hitam) pada tanggal 5
Desember, sedangkan di Amerika dirayakan sebagai 'Santa Claus' pada tanggal 25 Desember. Figur Santa Claus
kemudian dicampur-adukkan dengan 'dewa 'Odin' Norwegia' yang menaiki kereta salju ditarik oleh rusa kutub (reindeer)
yang bisa terbang.
Pada abad XIII Franciscus dari Azisi memperkenalkan 'creche' yaitu replika kandang dan ternak yang dihiasi pula
dengan figur Yusuf dan Maria dengan palungan tempat bayi Yesus diletakkan dan dihadiri para gembala dan orang
Majus, ini kemudian menjadi hiasan Natal yang diletakkan dibawah pohon Natal. Penggunaan Pohon Natal (sejak abad
XVI) melambangkan 'kekekalan' mengingat pohon den (cemara) tahan menghadapi empat cuaca, pohon ini biasa dihiasi
lilin/lampu mengenang indahnya pemandangan dimusim salju dimana orang melihat kerlap-kerlip lampu-lampu rumah
penduduk dibalik dahan/ranting pohon yang tetap hijau dipadang bersalju.
Yang harus di'demitologisasikan dari perayaan Natal' bukanlah 'kenangan Natal Yesus' melainkan ornamen kafir yang
mengiringi perayaannya seperti 'prasangka hari matahari' dan 'ilustrasi Santa Claus dengan kereta salju terbangnya,'
dengan demikian kita tidak mengorbankan tubuh perayaan kenangan kelahiran Yesus yang begitu luhur hanya karena
kita berprasangka dengan baju perayaan Natal yang sobek yang ada tambalannya. Tidak ada upacara agama manapun
yang sama sekali steril dari pengaruh tradisi budaya/agama.
Setiap orang secara pribadi dapat merayakan Natal pada 'hari' yang disukainya (idealnya setiap hari merayakannya!),
hanya bila ingin merayakan secara kelompok (di gereja/persekutuan) tentu perlu konsensus mengenai tanggal yang
dipilih bersama agar seragam, sebab bila masing-masing merayakan pada tanggal kesukaannya sendiri misalnya pada
bulan Juni atau bulan Tishri, siapa ikut menghadirinya? Justru dengan mencari-cari tanggal yang tepat seseorang
terjebak tradisi kafir yang menentukan satu hari lebih dari hari lainnya (Gal.4:9-11). Bagi seorang yang dewasa dalam
iman, hari yang mana bukan syarat karena itu hanyalah kulit/permukaan ritual saja, tetapi yang penting adalah 'hakekat'
sukacita Natal 'Kelahiran Tuhan Yesus Kristus,' karena itulah inti Natal yang seharusnya kita kenang dalam persekutuan
kasih Natal. Biasanya umat kristen merayakan di gereja pada salah satu hari di bulan Desember sedangkan persekutuan
kristen biasanya pada hari-hari di bulan Januari, namun kalau sesudah bulan itu rasanya kadaluwarsa bukan?
Ibu mertua penulis lahir pada tahun 1917 dan masih hidup sampai sekarang dan tinggal bersama kami. Mengenai
tanggal dan bulan kelahirannya sudah terlupakan, tetapi kami mengambil hari pernikahannya yaitu bulan Februari yang
catatan surat nikahnya masih ada untuk mengenang hari kelahirannya, dan si'ibu' setiap tahun bisa bersuka-cita
merayakan pertambahan umurnya bersama anak, cucu, dan buyut dengan makan bersama di rumah. Betapa indahnya
pertemuan keluarga empat generasi demikian!
Akhirnya, . . .
"Merayakan 'Natal' adalah baik dan perlu, dimana ada saat diakhir tahun dimana kita bersyukur mengenang kelahiran
'Yesus Kristus, sang Juruselamat dunia' yang telah lahir 20 abad silam, dimana kita sekaligus dapat 'memuji dan
memuliakan Allah' yang telah mendatangkan 'kesukaan besar bagi seluruh bangsa' dan 'damai sejahtera di bumi'
bersama dengan umat di gereja/persekutuan. Kabar baik (evangelion) yang seharusnya kita beritakan ke seluruh
penjuru dunia."
Salam kasih Natal keluarga www.yabina.org.
Kumpulan Kotbah
http://

Tidak ada komentar:

Posting Komentar